Kamis, 24 November 2011

Catatan Seorang Guru Muda (5)

“Do this exercise,” ujar seorang guru sambil menulis beberapa latihan di papan tulis.
CRACKK!!!!CRACK!!! suara buku dikoyak. Tak sedikit semua nilai A+ bertebaran. Sang guru muda melihat kepada siswa. “What Happened??!”  mata bulatnya jelas sekali kalau dia sangat terkejut.
“Aku nggak mau mengerjakan latihan ini!!!!ANJINGLAH!!!!” untung gurunya muda dan belum tua kalau tidak mungkin sudah pingsan duluan atau palingtidak gemetaran. “Ini yang miss harapkan kan?” dia menyodorkan kertas-kertas koyak itu kepada sang guru. “Kamu kenapa???Stand up!!Come here!” sang anak yang badanya gembul maju ke depan. “Minta maaf sekarang” si anak masih diam, menatap berang.
“Come on…Budi nggak sayang ya sama mamanya. Kenapa ngomong kek gitu?siapa yang ngajarin,”
“ Aku kan Cuma bilang ANJING bukan P****K,”luar biasa

Minggu, 20 November 2011

Putih

Ada putih yang menempel pada kaca bening,berlatar sebaris map,pada ruang sempit dibawah tangga. Itu bukan putih biasa,ada hitam dan sebaris matra untuk mu Hen...ah sekarang kau sudah tau caranya menghargai kenangan.
Sebait sajak yang patut punya makna untukmu.kau tau caranya memperlakukan cerita-cerita kita.
Hen..Apa kau tau rumah adalah titik dimana semua damai berbaris teratur.Rumah adalah titik dimana cinta menari meliuk dalam untai kata yang sempurna. Rumah adalah tatap rindu dalam kisaran detik yang berjalan.Rumah adalah kau Hen.

Jumat, 18 November 2011

PutraKu


Kenapa setiap kali akan menulis tentangmu semua seolah hampa, sepi  dan kosong. Apa benar aku mencintaimu? Kenapa setiap kata sulit aku patri kan dalam bentuk yang lebih enak untuk dikenang yaitu tulisan?kenapa setiap kali berniat untuk melukismu seakan aku hilang gerak dalam liku yang kian datar?
Dari Desember 2009 menuju Desemmber 2011. Itu bukan waktu yang singkat,Putra. Terlalu banyak kata tumpah dari setiap detik yang kita habiskan sehingga aku tak pernah tahu lagi apa kata yang belum terujar untukmu. Seperti kau, aku pun terlalu mencintaimu sehingga tidak ada lagi kata-kata yang pantas yang bisa aku lukiskan, aku tuliskan, aku ceritakan, aku sajakkan untuk mu, kekasihku.

Rabu, 09 November 2011

Catatan Seorang Guru Muda (4)

Seorang siswa SMK dengan sejuta kenakalannya,berdiri pada salah satu sisi lapangan upacara. Dekat barisan laki-laki,tepatnya di depan barisan mereka. Pakaiannya rapi,rok yang diberi resleting cina (peraturan melarang rok memiliki belah,kalau di beri resleting cina,tidak melanggar aturan tapi pas di luar sekolah bisa di buka),roknya rapi dengan biron dibagian belakang. Bajunya tidak berbuah di depan seperti kebanyakan siswa,seperti baju kurung biasa,lebih "keren" dari pada berbelah di depan dan ada dua saku di kiri dan kanan sebelah bawah. Sepatunya Sanghai keluaran Compas,hitam putih. Sesekali dia tersenyum sendiri. "Pemimpin upacara memasuki lapangan upacara," Protokol membaca susunan acara. Dia melangkah maju dengan tegap. "Pembina Upacara memasuki lapangan upacara," protokol lagi. "Siaaaaappp grak!" Suaranya memang pantas untuk jadi seorang pemimpin Upacara. Perempuan itu saya.

Selasa, 08 November 2011

Dear God...

Dear God...
Hamba rasa semua do'a hamba sudah terjawab. masalahnya sekarang bagaimana hamba menyikapi hasil dari do'a- do'a itu. Tuhan...perjalanan hamba menuju puncak merapi sembari menggumamkan semua mimpi-mimpi hamba di setiap langkah pejalanan hamba menuju puncak, mungkin sudah 50% terkabul. sesungguhnya engkau maha mengabulakn do'a.

Saya "penderita" kinestetik

Kinestetik adalah ketika  kita  lebih suka merasakan, menyentuh, senang mengalami sendiri, mengerjakan sesuatu terhadap suatu informasi atau pembelajaran. kebanyakan dari orang yang beraliran kinestetik ini, mereka cendrung suka menyentuh,bukan kegatalan tapi ini sebuah tipe. Saya "penganut" tipe ini dan efek nya terlalu beresiko.

Minggu, 06 November 2011

Tualang

Tuan,segulung kabut di tepi langit Tualang belum bisa kuterjemahkan

Sketsa langit yang menyerupa laut masih sulit untuk ku acuhkan

Tetapi segaris lurus dari wajahmu
Sangat mudah untuk ku larutkan

Untukmu cinta pertamaku

Cinta ini tak pernah bisa ditakar.Jangan sekalipun kau bandingkan dengan cinta Ibrahim kepada Ismail.Ini sesuatu yang besar tapi sederhana.
Sebuah cinta yang membentuk sebuah aturan,sebuah cinta yang sakit rindunya luar biasa,hampir sekarat tapi masih bisa tertanggungkan.
Nafas yang panjang tertahan,menghempas plasenta yang tertinggal. Pada sepetak mata yang mulai retak.Hari itu sebelas agustus sembilan belas delapan puluh enam,apakah kau masih ingat, kita pernah menanam rindu pada sepetak rembulan?

Percakapan

Wajah tirus yang tengah terbelenggu. Aku bingung dnegan cara apa agar kau bisa paham tentang apa yang tengah kau rasakan. Sedikit banyak tentu telah terjadi sesuatu, hingga perempuan ini mengirimiku pesan bernada begini. “katakanlan sekarang atau kalau tidak sesuatu yang buruk akan terjadi padamu?” tentu saja sumpah mandul sialan itu yang telah ia sepakati.

Salmizul akan menikah

Saya rasa,saya adalah orang yang masih sangat wajar ketika masih belum mau menikah. Setiap kali percakapan baik di telepone,di facebook, dimana-mana yang ditanya kapan menikah,kok lama banget nikahnya.

paksaan (1)

Aku suka sekali membacamu...
Setiap langkahmu adalah indah
Kadang aku bisa menjengkal kepalamu.
Memagut seluruh badanmu,lalu menyaru dalam jarak yang tak seberapa.

Kita

Di rantau ku sekarang tidak hujan...
Dingin seketika menjamahku,sedetik setelah telepon ditutup,tanganku masih menggantung ditelinga,dan tiba-tiba saja semua jadi jelas..

Kotamu dan Desaku

Sudah lebih dari lima kali guru mengaji itu mengumumkan di mesjid agar anak2 mengajinya segera dtg ke mesjid dan org tua membangunkan anaknya untuk didikan subuh..ini kota,suara guru hilang dlm riuh gemerlapnya...

Perkara

Lali menyapu dalam rinai kabut,diam diam ia mencelup dlm ranah,dulang akan diketengahkan,Sulaiman ada tapi belum terdapat Muhammad dan Yusuf bisa di ulang pikir..
Perawang, 3 Juni 2011

Sabtu, 05 November 2011

Mana



Mana pernah aku berkabar pada cintaku
Biarkan saja hati ku lapuk
Lalu perlahan runtuh
Karena dijalari lumut hitam kebengisanku

Kau bilang aku egois
Munafik
Picik!!
Katakan!
Sebelum langit berarak derita malam
Kau masih bias teriakan asa mu

Mana pernah aku bercerita  tentang hatiku
Karena hatiku kelam
Diam
Sunyi

Sunyi


Menghutan semak
tempat aku menujumu
aku resah entah mengapa
Ilalang tumbuh setinggi badan di belataran
Kemana jalan akan aku tuju ke tempatmu
Rupa rinduku lebih biru
Kasihku lebih mega
Ilalang sunyi bergesek
sesunyi kasihmu

Sajak


Sajak hadir dalam pesona. Kadang meruncing pada padang-padang rumput seperti duri ilalang. Kadang menggigil dalam panas yang menyemburat di bumi. Sajak meliuk tajam. Kadang sajak hanya sisa perca. Menyatu bila jarum naik ujung. Kadang sajak kembali pada asal. Ini bukan sekedar umpama.
Agustus 2010

Suci Bulan


Sudah lama ingin ku jelang kau, di Suci Bulan. Kau  longgar engsel. Berderik membawa remah-remah sisa sya’ban. Waktu menggenang seperti usai pemandian. Semuanya sunyi. Kerinduan memaksaku datang. Kita mencoba berpelukan seperti kekasih lama. Namun bukan rindu layang kan camar yang aku rasakan. Di Suci Bulan, aku merapal do’a-do’a untukmu. Sebuah kesatuan bunyi yang sudah lama ku jauhkan dari telinga. Tapi entah siapa yang mengirimnya higga kini kau berada tepat di depanku. Kenapa tak kau dendangkan saja semburat rindu di tempo dua belas bulan. Aku kembali mendendang do’a dan hafalan 99 agar aku kembali pada kerinduan yang meregang. Namun yang ada hanya sunyi di Suci Bulan. Garin terpekur di pojok. Ada kekosongan disini, di Suci Bulan. Ruang karaoke lebih penuh. Parkiran mall-mall penuh sesak. Entah apa yang meraja. Sulit membedakan keberadaan rindu dengan ketiadaan.
Agustus 2010

KEMAAFAN DI AWAL RAMADHAN

Suara muazin nyaring terdengar dari corong masjid yang menghadap ke gang Nuri. Pertanda waktu shalat isya telah masuk. Halimah- ibu dua anak yang tinggal di ujung gang telah siap dari tadi. Adriyan si bungsupun telah siap dengan peci dan sarung rapi, tapi tidak begitu halnya dengan Sonya. Ia  masih saja mondar-mandir diteras depan. Hanya dengan  cahaya lampu 5watt yang menerangi teras, wajahnya jelas terlihat cemas, sambil sekali-sekali melihat ke ujung gang.

Menanti


kau pernah dentingkan angin
bercerita hingga pagi tersungging
kini aku termangu di pelataran
berminggu-minggu aku menanti ketuk pintumu

Resah


resah ku entah mengapa
pungguk tiada lagi merindu
kicau murai bukan lagi pertanda kematian
angin enggan menarik layar
resahku tak lagi rindu
rindu ku tak lagi biru
aku lepas segala lencana
membeban pundak
dalam resah aku memuja mu
pada kantong mata yang siap pecah