Minggu, 06 November 2011

Percakapan

Wajah tirus yang tengah terbelenggu. Aku bingung dnegan cara apa agar kau bisa paham tentang apa yang tengah kau rasakan. Sedikit banyak tentu telah terjadi sesuatu, hingga perempuan ini mengirimiku pesan bernada begini. “katakanlan sekarang atau kalau tidak sesuatu yang buruk akan terjadi padamu?” tentu saja sumpah mandul sialan itu yang telah ia sepakati.
Aku lebih memilih meninggalkanmu dari pada aku dipaksa mengatakannya. Aku benar-benar tidak bisa. Aku coba menggenggam tangan ku, menggenggam kecemasan ku. Ingin kusampaikan pesan yang ada dalam batok kepala ku saat ini. Tapi dengan cara apa agar kau bisa memahami cara ku yang tak biasa. Tak biasanya kau hanya diam. Biasanya kau terus berkicau tapi hari ini kau begitu berbeda. Ada resah dan gamang yang tengah kau pendam. Berbekal do’a-do’a kecil aku mencoba untuk menarik nafas ku dan ingin meneriakan kata-kata yang disuruhkan perempuan gila itu.
Pertanyaannya pun aneh terasa, dan dia beralasan bahwa karena minggu berikutnya ia akan menemui calon mertuanya. Kadang ketakutan kehilangan, membuat kita begitu lemah tak berdaya. Kau mentap ku lagi, pertanda kau menemukan sesuatu dari notebook di depanmu. Aku meliaht namun tak satupun dari hasil pencarianmu itu yang membuat ku bergairah. Aku hanyut dalam bau badamu. Aku hanyut dalam kepintaran otakmu. Aku bangga padamu, aku sungguh ada rasa-walau tak sama besar denganmu-dan rasa itu kuat. Lebih kuat dari semangat perempuan itu untuk memaksaku untuk menyatakannya. Entah setan apa yang merasukinya. Ku hemapaskan tubuh ku pada sandaran kursi lapuk itu. Aku menyerah.aku tak biasa. “aku tak bisa!!!!”

***
aku tak segamang semalam. Walau dingin wajahmu tetap membekukan. Tak pernah ku tahu apa rasa yang ada dalam bara hatimu. Januari Agustus bukan waktu yang singkat, belum lagi januari-januari sebelumnya. Begitu lama aku mengenalmu tapi takpernah aku tahu dan tak pernah ku dnegar kata sakti itu. Aku mencoba fokus untuk mencari sesuatu, entah apa. aku menemukan sesuatu, entah apa. aku menyuruhmu menatapnya, artikel-artikel dan tulisan-tulisan aneh itu tentu labih menarik bagimu dari pada perasaan gamang yang setiap kali menyergapku. Kau meremas-remas tangamu, aku yakin ide-ide gila tulisan telah berkecamuk di dalam kepalamu, andai aku bisa menjadi bagian dari sedikit pikiran itu. Mungkin ada, kalau tidak ada tempat ku disana tentu kau tak akan disini sekarang. Tapi berapa yang kau punya aku tak pernah tahu. Karena menurtku semua itu tak penting yang penting adalah sedikit tapi menguatkan.
Lagi-lagi kau membaca pesan-pesan singaktmu. Entah dari siapa, lalu kau tersenyum dan sedikit berfikir lalu kau membalasnya. Sesekali kau melihat ke arahku,aku kah yang tengah kau bicarakan?lagi-lagi matamu yang teduh menyergpku. Ada sesuatu yang ingin kau katakan?ya..aku bisa sedikit membacanya, kau sedang gelisah tapi entah mengapa. Lalu kau menggerutu tak jelas kau menyebut apa. sekali lagi, andai aku tahu perasaanmu, tentu aku tak perlu begini. Lagi-lagi kau sibuk dnegan pesan-pesan itu, dan kau kembali termangu-mangu.
***
“Semua itu ku lakukan bukan karena kewajiban tapi aku ingin mengabdi kepadanya,” lancar kalimat itu keluar tanpa ada halnagn sedikitpun. Mata ku berembun. Entah mengapa. Aku mengambang. “aku gamang. Apa yang harus ku lakukan agar ia mempercayaiku?” cinta telah membuat seseorang tanpa sadar ingin keluar dari dirinya sendiri.
Tak ada solusi apa-apa. “ Kami-perempuan-tak akan mempercayai laki-laki yang tak becus mengurus dirinya sendiri,” aku rasa itu sebuah solusi. Silahkan berfikir sendiri. Tapi setelah itu kita diam deru telepon genggam dari laki-laki ku membuat aku juga ikut merefleksikan diri tentang kami.
“Tanpa kau sadari pasti dia pernah mengutarakan, hal apa yang membuat dia yakin kepadamu,” kalimat ku meluncur. Karena, bagi kami tak harus semua harus dinyatakan dangan jelas dan detail. Semua akan terselip dalam cerita-cerita di atas sepeda motor atau semua akan mengalis ketika canda. Tak ada yang harus di bicarakn dengan serius untuk sesuatu yang benar-benar serius.
“Datang sendiri ke orangtuanya dana ku siap sementara dia belum siap,”bagi mu-ya..aku setuju ini buakn keluhan tapi berbagi.
“Karena masih ada yang belum terpenuhi olehmu, sehingga kamu pantas menjempunya,”maaf, tapi itulah kenyataan.
***
Akupun penasaran dengan apa yang tengah kau rasakan. Apakah adil seseorang sepertinya menerima perlakuan tak adilmu, gara-gara laki-laki sebelumnya mengkhianatimu. Aku temanmu dan aku tak ingin kau kehilangan kesempatan untuk yang ini. Walau pandangan ku kepadanya masih pandangan sementara, dia pantas untuk dipertahankan. Aku menantangmu untuk membuka sedikit kulit hatimu dan menyerukan bahwa kau akan menagbiskan sisa umurmu dnegan nya. Pesan-pesan singkat ku di selingi tawa, sesekali balada “hehe” itu pasti menyiksamu. Lama pesanku menunggu balasan. Kau tentu resah, kau bilang sekarang kau dengan laki-lakimu-yang aku tahu ia ingin mengabdi kepadamu.
“Aku tak bisa!!!!” pesanmu ku terima. Tentu dengan empat buah tanda seru yang tak biasa. Tapi aku mengerti betapa berat bagimu dan kau pasti menganggapku gila. Dan aku juga tahu rasa yang kau sebut tak dalam itu, begitu besar, saking besarnya tak ada kata-kata yang bisa mewakilinya untuk diutarakan. Kalian beruntung.
04 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar