Sedikit langkah dicoba dijejali. Karpet baru itu terkesan
menelan langkah-langkah saya. Saat itu saya tengah berada pada bangun
bertingkat tiga. Ditengah-tengah bangunan itu kosong sampai kubah teratasnya.
Terakhir datang kesini bangunan ini dalam pembangunan,saat ini bangunan megah
ini sudah bisadinikmati. Salat untuk pertama kalinya pada Mesjid Raya Al Azhar
membuat saya merasa berbeda, bukan salatnya, bukan bangunan mewahnya tapi apa
yang akan saya temui setelah ini.
Untuk sekian kalinya saya katakana bahwa
merantau adalah salah satu cara merawat
kerinduan . Rencana hari ini adalah menemui para kuli pena di ruangan tiga
kali empat, tak sabar dengan aksi meledak-ledak mereka. Semua orang-orang
berkepentingan telah dihubungi,saya berjaga-jaga kalau seandainya ruangan itu
menjadi asing bagi saya,itu artinya saya harus menghubungi orang dalam yang
masih berpengaruh disana.
Qalbi Salim dan Ulfia Rahmi sudah
menunggu disana. Saya memasuki ruangan itu dengan perasaan yang takmenentu,
perasaan seperti bertemu dengan mantankekasih dan sangat ingin memulai
percakapan tapi sangat ragu. “Salimnya ada, Kak?” saya berusaha seimut mungkin.
Saya memang pernah “bagak” diruangan ini tapi hari ini saya datang sekedar
menjemput kenangan untuk diri saya sendiri dan mereka tentu tak akan paham.
“Ada kak…,”satu orang dari kumpulan itu berdiri, mengulir tangan dan menjabat
saya hangat. “masuk kak..sudah lama bg Salim menunggu kakak,” dia Deddi
supendra,pernah sekali menjadi adik bimbingan saya,kemudian entah karena apa
gagal diperjalanan,mundur teratur, belakangan dia mengukuti seleksi anggota
lagi dan saat ini dia menjabat Pimpinan Redaksi, secara emosional kami agak
dekat karena kemundurannya dari Ganto, kamimasih keep in touch , dia penggila beasiswa luar negeri dan pelatihan-pelatihan
kepenulisan.
“Kenapa lama sekali baru
datang,kak?”Salim keluar dari ruang redaksi,menatap saya,saya juga sama
sepertinya ingin sekali meneriakan kalau saya merindukannya kalau keberadaanya adalah keberadaan saya, tapi
hidup mengharuskan ketidak beradaan salah
satu kami adalah keberadaan diri kami sendiri saat ini . dia berdiri
beberapa detik pada pintu redaksi, menatap saya, saya membuka kedua tangan saya
aku datang,keberadaan ku akan jadi
sedikir merawat rindu-rindumu,begitu juga keberadaanmu. Dia terlihat
semakin pendek, mungkin karena badannya yang semakin berisi, terlihat lebih
kusam, mungkin beban fikiranya yang membuatnya sedikit kusut. Ah…senyumnya
masih seperti itu,agak berat dan gagap,dia menghampiri saya,menjabat tangan
saya lalu membawa tangan saya kekeningnya,menjabat agak lama lalu tersenyum
bodoh,begitu juga saya waw…kau terlihat
dalam masalah,dik.
Lama bercerita namun cuma salim yang
saya kenal, “Mana yang lain?” Tanya saya. “Kakak mahkelamaan,dah pada pulang,”
Saya mengirimpesan ulang kepada yang
lain,setelah beberapa percakapan Ulfia mengatakan “ kau seperti berada dirumah
orang lain,” Ulfia memang banyak tau hal tentang saya tanpa harus saya
ceritakan. Bagi otak saya yang cerdas,Ulfia berada disekitar saya. Channel
“cinta” nya agak sedikit kuat mengirim sinyal ke otak saya. Saya balik menatap
salim “ Kak Ulfi di dalam kak,” sahutnya. Saya masuk keruangan yang lebih kecil
dari ruangan barusan, saya terpaku beberapa saat dengat lemari bofet tua, ini
lah saya berada pada banyak scene kehidupan saya yang dulu, kenangan saya
berputar mencari dimana saya dulu sering tidur,marah, menangis,berfikir, tangan
saya menyentuh lemari itu,berkabut, sepertinya orang-orang baru disini tak mau
mengusik kenangan saya, tak ada yang berubah kecuali sebuah sofa yang agak tua
pada salah satu sisi ruangan.
Ulfi
duduk membungkuk disana, kehadiranya membuat scene baru diingatan saya .
penggila ilmu pengetahuan ini terlihat lebih kurus, kau tau kenapa bajunya agak kebesaran?karena dia menyimpan kenangan
kami disana , baginya idealism adalah biaya hidup termahal dikampus ini
sekarang. Saya menatap wajahnya sekali lagi,wajahnya mengatakan saya
punya banyak topic yang mau dibicarakan,bersabarlah. Saya memeluknya, tanpa
megatakan apa-apa, ”Kau beraroma agak sedikit aneh,”ujarnya ketika mencium
saya.
Lalu saya melihat semuak Notebook
kecil, berarti laki-laki aneh itu disekitar sini,”mana dia?” Tanya saya
menunjuk ke benda kecil itu. “keluar sebentar kak,sebentar lagi balik kesini,”
menyusul setelah itu kedatangan Abdul Yasman, Isra Hermanto dan Afdal Ade
Hendrayana.
Saya mengajak mereka makan,saat makan
kami bercerita banyak,Afdal sudah seminar dan akan segera ujian akhir dan dia
baru saja putus dengan pacarnya, kata salim, Afdal ditinggal menikah dan Afdal
tak menyangkal Salim. “Kemapanan mengalahkan ketampanan kak,” lalu dia
bercerita banyak hal, bagaimana lelaki pendiam lebih digiali perempuan dari
pada lelaki hebat nan banyak cakap.
Ketika makan hadir Heri Faisal dengan
perut yang lumayan berisi,kami masih sering berbagi dan saya masih percaya dia
bukan penggila “amplop” saat ini dia bekerja dimajalah Kartini. Dia menawarkan
pekerjaan untuk menjadi dosen dan dia punya link kesana, tapi Abi menekankan
tetap denganrangkaian tes. “Yang penting kini ndak gaji do kak,kakak kalau mau
maju harus stay di Padang,” saya
tersenyum, mereka selalu punya mekanisme pertahanan hidup dan saya haus akan ini.
Menyusul kedatangan Hafizul Ahda danAbdul
Yasman,setelah menikah hafizul Ahda terlihat kurus. Abdul Yasman semakin
terlihat kebapaak-an, mungkin saat ini dia berteman dnegan pra birokrat di
kampus dan itu membuatnya terbawa suasana.
Perjalanan dilanjutkan mencari
“karupuak mie,”. Ada anggota baru Joni Irfan yang belakangan dijemput ke sekre.
Harusnya hari ini ada rapat tapi saya tak melihat ada tanda-tanda aka nada
rapat mingguan,tapi itu bukanlagimenjadi urusan saya. Sebelum berangkat kami
duduk sejenak di dalam,dan seseorang datang membawa dua piring gorengan,
danmenyuruh memakan, mereka semua didalam ruang redaksi, par “orang tua” ini
berada diluar. Mungkin bergini cara terbaru memanfaatkan momen, dan member kami
kesempatan, tak ada satupun crewnya diluar.hahha….mereka ingin kami bercerita
dan mengenang lebih leluasa.
Kami berangkat menuju “karupuak mie
station,” memesan pisang bakar, jagung dan karupuak mie,kami duduk pada palanta dibawah pohon nan rindang,ombak
menyanyikan nyanyi khas mereka, mendebur menghantam pasir. Nyaman, senang, nyaman
dan nyaman, itu yang terasa oleh saya saat itu. “Di Unand patang tu keluar
peraturan rector kak,kalau nio demo harus se-izin rector,” “adduhh..aku kemaren
sedang disekre AJI, ada yang wawancara dengan rector kita tentang mahasiswa
yang hilang di Talalu,rector Cuma jawab,”sekarang kan sedang libur,jadi tak ada
kaitannya dengan kampus, terakhir dia wawancara dengan pembantu rector tiga ,”
“dijurusan tu semua orang merasa hebat,karena itu susah disatukan
fikiranmereka,” “ kemaren kami ikut seminar,temanya tentang alat
reproduksi,perut besar tu ternyata berbahaya bagi laki-laki,” banyak lagi
hal-hal yang mereka bicarakan, dan saya hanya diam dan memikirkan betapa banyak
hal yang saya tidak tahu hari ini,dan saya sekali lagimerasa sangat nyaman
berda disekitar mereka. Menatap punggung mereka, mencium bau mereka dan
mendengarkan pikiran mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar