Sabtu, 28 Januari 2012

Tuhan dan saya


Jodoh saya masih ditangan Tuhan dan saya berharap Tuhan berpihak pada saya untuk yang satu ini.
Waktu itu tanggal 3 November 2009. Saya menjabat sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada sebuah organisasi Surat Kabar Kampus Ganto.  November itu saya selesai di Ganto setelah disana selama kurang lebih tiga tahun. Hari itu saya juga sedang mengikuti Program Praktek Lapangan mengajar.  Masih memakai blazer lengkap, saya mengurus keberangkatan Qalbi Salim ke Medan untuk mengikuti pelatihan jurnalistik pada salah satu Koran kampus di Medan. Kalau tidak salah di bidang layouter dan sejenis desain. Salim,biasa saya memanggilnya, akan berangkat siang itu tetapi bajunya belum dipacking, mobil yang berangkat pun belum jelas dari mana. Saya menelfon sebuah terminal di Padang tetapi mereka tidak punya jadwal berangkat siang itu, sementara Salim harus ke Medan. Saya menghubungi seorang anggota Ganto juga yang kampung halamanya di Medan, dimana biasanya dia naik bus. Singkat cerita Salim berangkat siang itu tetapi harus ke Bukittinggi terlebih dahulu. Salim naik mobil di Bukittinggi, setelah semuanya fix, saya menyuruhnya pulang ke kos untuk mengemasi barangnya. Sudah agak lama menunggu, Salim belum juga datang,karena harus ke Bukittinggi terlebih dahulu, maka saya khawatir kalau-kalau dia tertinggal bus, saya telfon, dia masih  mencuci, karena baju yang keburu direndam. Saya panic dan kesal sekaligus capek, hari itu saya pulang mengajar, malamnya tidak tidur sedikitpun,sehingga saya lupa kalau saya ada janji dengan seorang yang sehari sebelumnya menghubungi saya.

Dewi Fauzi,teman yang sudah seperti saudara khawatir saya tidak kunjung juga mempunyai pacar. Dia membagi nomor telepon saya pada salah seorang temannya. Tanggal 1 November orang yang belakangan saya tahu bernama Khiky Andriawan Putra, menghubungi saya. Cuma memperkenalkan diri namanya Khiky. Saya pikir waktu itu siswa saya, pesan singkat itu saya balas dengan “ Jam pelajaran gini masih bisa smsan, udah belajar sana,Nak” pesan saya balas ketika saya menemani Desi Rafianti mendaftarkan ibunya pada sebuah rumah sakit di di Jalan Damar Padang. Malamnya dia menelfon saya, Cuma karena masih sibuk di Ganto, karena bulan November akhir kepengurusan saya, jadi tidak terlalu saya layani. Gesit, tanggal 3 November dia mengajak saya makan di luar dan saya bersedia dengan syarat Dewi fauzi ikut saya, karena saya belum mengenalnya sama sekali. Namun siang itu saya terlalu di sibuk kan oleh Salim dan saya lupa janji itu.
Sembari menunggu Salim datang siang itu, saya bersama Pimpinan Umum saya, Taufik Akbar, duduk di depan sekre, selonjoran, masih dengan baju dinas lengkap,tak lama setelah itu Salim datang. Salim saya bawa masuk, kasih sedikit nasehat, kasih duit saya suruh berangkat, ada seseorang yang mengantarnya ke gerbang kampus tetapi saya lupa siapa. Di depan sekre, saya merangkulnya, layaknya adek sendiri, saya acak rambutnya dan saya lihat matanya berkaca. Waktu itu dia masih lugu dan sering jadi sasaran empuk kemarahan saya, namun dia anak yang patuh dan ulet. Kasih sayang pada pada adek-adek saya di Ganto, saya apresiasikan dengan kemarahan,sebelum berangkat itu saya masih ngomel-ngomel, tanpa saya sadari orang yang bernama Khiky dan teman saya Dewi sudah berdiri dari tadi dekat Koperasi Mahasiswa.
Saya menjabat tanganya, layaknya orang baru bertemu dan dalam fikiran saya saat itu “Mak….ini orang jelek banget,” Janur_panggilan saya kepada Dewi_malah tersenyum-senyum simpul. Saya lansung mengajak mereka pada salah satu kantin di belakang rektorat, saya ingat waktu itu Khiky memakai kemeja putih, garis-garis, pertama melihatnya dia ramah namun jelek. Saya tidak berani melihat dua kali Karena dari awal saya tahu dia orang Pasaman. Banyak mitos mengatakan mereka suka main Magic.hahahh…. Kami makan siang dimana percakapan lebih dikuasai Janur dan saya. Rupanya Khiky pernah sekali mengantar saya ke rumah kosan Tuti Handriani di Polonia Cuma saya tidak ingat. Perkenalan hari itu selesai, diakhiri dengan sebuah anggukan ramah dari dia sambil tersenyum sangat ramah dan berlalu hari itu.
Pesan singkatnya semakin intens. Cuma saya memang harus menyiapkan laporan Pertanggung Jawaban waktu itu, jadi saya tidak terlalu ambil pusing. Pada suatu malam pada minggu ketiga setelah saya selesai musyawarah besar di Ganto. Hari itu secara resmi kepengurusan saya berakhir, dia mengajak saya keluar. Saya masih perempuan timur yang kolot sehingga waktu itu bagi saya keluar malam itu masih tabu selain dengan teman saya. Saya sudah berteman dengan Khiky namun, tujuan pertemanan ini dari awal sudah lain, maka saya putuskan untuk menolak. Tiga kali ajakan saya masih menolak dan akhirnya dia meminta saya menemaninya member Facial Foam dan lansung pulang. Saya menyerah dan keluar malam itu sekitar jam tujuhan dan pulang jam delapan kurang tanpa Facial Foam. Saya tahu, ini hanya trik. Kami mengenal, akhir minggu dia pulang di akhir November saya dibawakan sekantong rambutan,Makkk rambutanya seperti rambutan binjai. Ternyata wajah khiky enak untuk di lihat. Setidaknya bagi saya waktu itu.
Saya mulai “senang” berada di dekatnya, pulang Praktek mengajar sekali-sekali dia yang menjemput saya. Sabar, tidak banyak bacot dan tidak pernah marah waktu itu. Rasa senang saya berubah menjadi nyaman lalu naik tingkat menjadi butuh. Ketika saya sedang emosi parah tingkat bapaknya presiden, kalau sudah dia yang menahan saya. Saya nurut. Dia terlalu berharga untuk dilawan,fikiran saya waktu itu.
Semua berjalan sesuai dengan rencana Khiky,belakangan saya tahu, bahwa memang sudah ditargetkanya bahwa saya adalah perempuan tempat dia “berhenti”. Pada 9 Desember 2009, sewaktu itu hari Rabu kalau saya tidak salah, dia menelfon saya,singkat cerita dia menginginkan saya. Merasa kurang dihormati jika permintaan sacral itu hanya melalui telepon, kami jalan ke Enhaii, serabi yang biasanya jadi favorit saya,tak begitu menarik malam itu. Karena usai makan dia lansung menkonfirmasi saya, tentang keinginan sebuah “status” . pada umur segitu saya masih layak untuk yang namanya “pacaran” hahah……
“Apakah komitmen ini bisa kita jalankan,menurutmu?”ujarnya sambil memainkan pisau dan garpu dipiringnya. Satu hal lagi yang dia langgar, dia tidak menatap saya ketika berbicara dengan saya dan itu artinya dia tak sungguh-sungguh.
“Tidak.”jawab saya datar. Dia menatap saya. Entah apa yang dia katakan tak bisa saya tuliskan. Karena itu terlalu mean dan dia menatap saya. Saya senang, ternyata kata-kata tidak saya cukup menarik perhatianya.
“Mungkin aku memang bukan orang yang terlalu sempurna untuk perempuan sehebatmu,”
Wew!!!
Saya rasa dia butuh waktu untuk latihan acting ini. Dia menatap datar kepada saya. Saat itu jiwa muda saya membaca: dia serius.
“SAYA tidak akan pernah bisa jadi pacar  yang baik bagi kamu. Karena konsep membuktikan cinta  itu tak ada dalam hidup saya. Kamu bisa saja jadi pacar saya, tapi saya tak bisa memperlakukan kamu seperti perempuan memperlakukan pacaranya. Saya tak pernah bersentuhan dengan laki-laki kalau mereka belum mengikrarkan bahwa mereka adek/abang saya. Ibu saya punya peraturan khusus dengan sesuatu yang berhubungan dengan lawan jenis,maaf”ternyata saya bicara banyak juga ya.
“Yang saya butuhkan bukan itu ,saya butuh teman yang lebih khusus dimana saya bisa berbagi dan saya bisa berkeluh kesah,”kenapa anda tak menyewa seorang psikiater atau ahli jiwa,pikir saya.Seperti bisa membaca fikiran saya,dia melanjutkan “Karena keberadaan seorang perempuan ada di kamu. Dan saya mnginginkan kamu membesarkan anak-anak saya,”oh gee…ini terlalu jauh. Saya tak akan menikah dalam kurun waktu secepat itu. “saya butuh alasan untuk segera menamatkan kuliah ini,”ngotot!
Tapi saya suka!saya jatuh cinta kepadanya!”baiklah,kita jalani hubungan ini tapi dengan satu catatan, saya tak bisa memberikan sesuatu yang diinginkan lelaki dewasa dalam berpacaran,kecuali menikah,” harga mati!
***
12 Desember 2010
Setahun menjalani hubungan yang sangat dekat , dimana keberadaan saya adalah hal pertama untuk menemukan keberaadaanya, namun karena nasip kami terpaksa berpisah. Saya harus ke Perawang, ada lowongan pekerjaan disana. Dia tak member izin, ibu saya member izin tetapi bapak nggak. Merasa ada yang mendukung, dia bersikeras untuk melarang. Hidup adalah keputusan-keputusan sulit!saya harus pergi. Dengan modal sabar,dia mengikhlaskan keputusan saya, dengan catatan kami harus keep in touch dan saling melindungi hubungan ini. Long distance mungkin dapat mengurangi intensitas pertemuan kami, namun tak perasaan saya. Sekali-sekali bersua, membuat saya jatuh cinta berulang kali. Setahun lebih hingga sekarang 30 January 2012, dan kami baik-baik saja. Jodoh kami masih ditangan Tuhan dan saya berharap Tuhan berpihak pada saya untuk yang satu ini.



5 komentar:

  1. Kak Tia... Kangennnnnnnnnnnnnnn....
    Boleh Salim Posting Ke blog priadi salim kak...
    dengan judul "Catatan Seorang Kakak"
    Tapi kalau boleh jujur ya kak... kepergian salim ke medan untuk pelatihan Jurnalistik Online... awal dari pertemuan kak sama bang kiki... tapi maaf yo kak... keraguan salim untuk pergi ke medan buek kak kesal...waks..waks...

    BalasHapus
  2. i miss something while read this article

    BalasHapus
  3. @salim: hahah...yo dik.....post lah, asal cantumkan sumber......iyo dik....waktu tu lu msh lugu bana..
    @sonya:yaa...klu diulang-ulang mambaconyo iyo nag....sadiah c....

    BalasHapus
  4. tidak menatapmu saat mengutarakan perasaannya tanda bahwa dia sungguh untuk menyayangimu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yaa....tidak ada kata yg tepat untuk ungkapkan rasa..hahyy.....let's see later....after i have been old...with white hair and many aging!it's hard to believe when when have not got married yet....i have not known God"s decision yet....i will much happier if God Blesses us...you, dear...

      Hapus