Sabtu, 05 November 2011

Keikhlasan Ridho


“Jadi Gema itu enak ya, Bu,”ujar Ridho datar di teras rumah, ketika suatu sore ibunya tengah menyiangi halman.
            “Enak gimana, maksud Ridho?” tanya ibunya masih juga sibuk mengais-ngais rumput liar.
            “Ya, enak aja. Kalau ulang tahun selalu dirayakan,”ibunya sudah mulai beralih memperhatikannya. Raut muka Ridho tampak sekali, bahwa dia sangat ingin merayakan ulang tahunnya. Sekarang Ridho telah duduk di kelas tiga SD, itu artinya umur Ridho sudah sembilan tahun. Tapi hingga kini ia tak pernah merasakan bagaimana rasanya kalau hari kelahiran itu dirayakan. Sementara ibunya hanya tertunduk dan berhenti sejenak, lalu kembali lagi mencabuti rumput-rumput liar di halaman.

            “Bu, boleh nggak Ridho merayakan ulang tahun Ridho?” tanya Ridho.
            “Uang darimana Dho?”tanya Ibu
            “Sekali ini saja Bu, Ridho ingin mengundang teman-teman sekaligus nanti teman-teman Ridho bawa hadiah untuk Ridho Bu. Sekali ini saja Bu,” wajah Ridho memelas. Sekarang bulan April. Dari data yang ada di lapornya, Ridho lahir pada tanggal 7 April 2000.
            Ibu tetap belum memastikan apa-apa.
            “Tadi Ridho lihat Ibu baru dapat uang dari ibuk Butet. Nanti kalau ayah dapat barang-baramng bekas banyak, pasti ada tambahan bu,” Ridho sumringah. Walau dia tidak tahu apa yang ada dalam pikiran ibunya saat itu. Dia berlalri keluar rumah, karena barusan Tito, teman sebangkunya telah memanggil, hari ini mereka berjanji akan mencari ikan di sungai.
            Ibu masih saja duduk di halaman depan, kepalanya terasa berdenyut. Ibu sangat ingin membahagiakan Ridho dan kakanya, Vani. Tapi permintaan Ridho terlalu berat untuk keluarga pas-pasan seperti mereka. Ayah Ridho seorang pemulung, kadang kalau lagi beruntuk Ayah bisa mengantongi uang 30.000 ketika pulang tapi kalau sedang apes, Ayah kadang hanya membawa uang 2000 perak saja. Kadang-kadang Ibu ikut membantu Ayah, tapi beberapa minggu ini Vani sakit, sehingga Ibu harus menjaganya. Setelah dua minggu Vani demam hanya minum obat yang di beli ayah di warung tepi jalan saja.
            Ibu menyudahi saja pekerjaannya. Ia masuk ke dalam rumah, ia tengok Vani sebentar dan ternyata Vani tengah tidur pulas, ia lansung ke sumur untuk membersihkan badanya.

***
            Sorenya Ridho pulang, sudah terbayang di benaknya kalau Ibu akan membicarakannya dengan Ayah tentang permintaannya tadi siang. Bukan kepalang senangnya Ridho memikirkan hari ulang tahunnya yang tinggal tiga hari lagi. Tetapi sesampai di rumah, rumah sepi. Biasanya Ibu dan kak Vani akan mengobrol, ibu selalu memberi semangat agar kak Vani cepat sembuh lalu sekoalh lagi. Tapi sore ini tidak ada siapa-siapa. Ridho berjalan menuju dapur, kalau-kalu Ibu sedang memasak di dapur. Tetapi ketika melewati kamar Ibu, Ridho mendengar sayup-sayup suara dari dalam kamar itu.
            “Tapi ridho sangat menginginkannya,Yah,” terdengar suara Ibu melemah
            “Sedangkan untuk membawa Vani berobat saja kita harus meminjam uang kepada ibu Butet,” ayah lebih lunak lagi, tetapi suarnaya terdengar tegas.
            “Sebaiknya kita rayakan kecil-kecilan saja, Yah,” ungkap ibu. “ Mungkin hanya akan ada gorengan tapi kita niatkan untuk merayakan ulang tahun Ridho. Kasihan Ridho yah,”suara Ibu mulai bergetar.
            Ridho tidak tahu lagi apa yang ia dengar yang ia tahu, bahwa untuk saat ini ia telah membuat orang tuanya tambah pusing. Tadi siang ketika mengungkapkan keinginanya kepada Ibu, ia lupa kalu kak Vani tengah sakit dan harus berobat. Kini ia sadar kalau permintaanya itu terlalu berat untuk ornag tuanya yang hanya pemulung.
            Ridho lansung menuju dapur, Ridho harus berganti baju. Ridho ikhlas tidak merayakan hari ulang tahunnya demi Ibu, Ayah dan Kak Vani. Usai mengganti baju, Ridho sudah melihat Ayah tengah mensetel radio mencari siaran.
            “Yah, maafkan Ridho ya,” Ridho tertunduk
            “Memangnya Ridho salah apa?”tanya Ayah
            “Ridho janji tidak akan meminta macam-macam lagi sama Ayah dan Ibu,” Ayah lansung mengerti maksud Ridho.
            “Ridho ikhlas?” tanya Ayah menghampiri Ridho
            “Ridho ikhlas Yah,” Ridho menatap Ayah dan berusaha tersenyum.
            “Jujur dan Ikhlas akan membawa kita kepada ketenangan dan akan disayang Allah,” ujar Ayah sambil memegang bahu ridho, lalu merangkulnya. Di dekat pintu kamar, Ibu tengah bersyukur memiliki anak seperti Ridho.
***
            Sekarang tanggal 7 April tetapi Ridho tetap saja berusaha untuk tersenyum. Walau tidak ada seornagpin teman-temanya menyadari kalau hari ini Ridho ulang tahun, Ridho tetap senang karena tadi pagi habis subuh, Ibu memasak nasi gareng. Tumben sekali, biasanya hanya goreng pisang yang dibeli di warung Mak Sam. Kata Ibu karena hari ini hari spesial untuk Ridho, ibu sengaja memasak nasi goreng.
            Sekolah usai, Ridho lansung pulang ke rumah. Tepat didepan rumahnya terlihat dua sepatu-yang ia tahu bukan sepatu kak Vani, ibu apa lagi ayah-ada di teras depan. Ridho mendengar suara bapak RT dari luar. Dengan kebingungan yang jelas tampak di wajhnya, Ridho masuk rumah.
            Asslamu’alaikum…” sapa Ridho.
            “Ini dia pak, anak kami Ridho, yang barusan kami ceritakan,” ungkap Bapak yang lansung menghapiri Ridho. Ridho masih bingung. Pak RT nampak senyum-senyum.
            “ Begini Dho, bapak ini orang kampung sebelah. Dia memiliki anak laki-laki seumuran kamu. Tetapi dua tahun yang lalu anak beliau meninggal dunia karena kecelakaan. Tapi setiap tahun, Bapak Budi ini selalu merayakan ulang tahun anaknya,dengan merayakan ulang tahun anak-anak yang tanggal lahirnya sama dengan anak bapak itu,” jelas Ibu bersemangat. Tetapi Ridho masih juga bingung.
            “Anak saya lahir tanggal 7 April,” Ridho kembali menatap Ibu. Itu artinya ulang tahunnya kali ini akan dirayakan.
            “Ini semua berkat keikhlasanmu, Nak,” Ayah menambahkan.
            Ridho lansung memeluk Ibu, dia senang sekali. Tak sabar ia rasanya memberitahukan teman-temannya untuk datang ke acara ulang tahunnya.
Padang, april 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar