Jumat, 04 November 2011

catatan seorang guru muda (1)


Menjadi guru adalah salah satu pekerjaan yang sangat ingin saya hindari,sewaktu saya masih belasan. Berawal dr betapa nakalnya saya,sewaktu sekolah,membuat saya ngeri untuk hanya sekedar bercita-cita jadi guru.
Tuhan lebih tau apa yg saya butuhkan,dgn sangat "terpaksa" pada tahun 2005 karena tidak jebol di Hubungan Internasional,saya di "paksa" orang tua untuk mengambil jurusan "Pendidikan Bahasa Inggris".Dari pangkalnya saja,kita semua sudah tau bahwa ini berujung pada "sosok"pendidik....

Tapi ternyata,saya sempat kembali membuat mimpi baru,di kampus,saya kembali mendapat "kesempatan" untuk tidak menjadi guru. Saya bergabung pada salah satu organisasi,yg fokus di bidang jurnalistik. Selama kurang lebih 3 tahun di sana,saya bertemu orang-orang besar. Penulis-penulis Hebat. Dan beberapa orang aktivis dari berbagai LSM. Nama beken seperti Andreas Harsono,bloger yg juga wartawan tamatan Harvard,sudah pernah duduk semeja makan dengan saya,duduk di karpet kumal,sambil menikmati sanjai. Innu Kencana,toko kotravesi yg membongkar kasus IPDN pernah seharian berdiskusi dlm ruangan yg hanya 3x4. Bercerita tentang buku-buku yg sudah beliau terbitkan,pemikiran-pemikiran beliau. Atau Yusrizal KW,cerpenis yg dulunya saya mikir sangat tidak mungkin untuk bertemu beliau,rupanya secara lansung dia curhat ke saya,bagaimana dia menangis saat buku-buku koleksinya terkena banjir. Tidak bisa say sebutkan satu persatu,siapa-siapa saja yg saya temui,sehingga saat itu saya berfikir,"saya bisa lari dr profesi yg namanya guru"
Sekali lagi,Tuhan jauh lebih paham tenatng hidup saya dari pada saya,tahun 2010 setelah di paksa wisuda,akhirnya saya wisuda juga,walaupun sebenarnya saya masih ingin menikmati saat-saat menjadi mahasiswa.
Sekarang saya menjadi guru,salah satu lembaga pendidikan Non-Formal.saya bertemu dengan semua karakter,"saya dulu";
Seorang siswa,laki-laki,anaknya manis,hidungnya mancung,kulinya coklat,matanya indah,sangat indah,keturunan batak,kristen dan sangat aktive. Sudah hampir satu semster saya memegang kelas ini,anaknya persis seperti saya sewaktu mengambil kursus bahasa inggris,ketika masih bersekolah,di kota Jam Gadang. Celetuk asal,tapi tidak terlalu pintar,boleh dikatagorikan,agak kesulitan dalam belajar,namun tau beberapa hal yg org lain tidak tahu.
Dia pindah kelas,dihari pertama kepindahan "trouble maker" ini kelas saya sepi,membosankan. Tidak hanya teman-teman sekelas tetapi saya pun sangat merindukannya.
Berlakulah hukum disini "setelah kehilangan,baru merasa pernah memiliki," saya rasa bagi setiap guru pasti ada satu dua siswa yg menjadi sosok yg dapat menginspirasi,ternyata siswa nakal jauh lebih menarik dari siswa yang patuh dan manut.
Saya merasa tertantang menghadapi "para kelompok trouble maker" ini.
Tetapi sebagai seorang guru yg berlatang belakang "nakal tapi pintar" (ƗƚɑƗƚɑƗƚɑƗƚɑƗƚɑƗƚɑƗƚɑƗƚ )saya tidak bisa tenang,tidak tidur,kalau serang siswa yg nakalnya mintak ampun,tapi otaknya kosong. Ini akan jadi masalah terbesar bagi mereka. Saya memiliki beban mental yang luar biasa,ketika dia datang,menghabiskan 1,5 jam lebih di kelas saya,tapi pulangnya mereka tak dapat apa-apa. bagian ini,bagi seorang guru pemula,ini beban bagi saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar