Saya berencana untuk istirahat karena, seperti hari-hari biasa
saya kedatangan bulan,itu sangat menyiksa. Pada saat-saat saya “menerima tamu”
ini saya akan demam, tidak makan, dan menderita sakit perut yang luar biasa
perih. Keringan dingin saya selalu keluar walau saya dalam ruangan berAC. Yang
saya butuhkan cuma tidur. Saya hampir tak bisa membuka mata lagi, sudah setengah
tidur ketika saya mendengar ada nada pesan masuk pada smart phone saya.
“Gw udah di bandara,akan pergi ke Jakarta,k3 kos mintak
ditemani penelitian,biaya PP dia yang tanggung, uang hanya ada 50rb saat ini,
ntar klu lu mau kirim ke rek gw aja,” saya menghela nafas agak panjang,lalu
menahanya sebentar. Bagi saya Jakarta bukan hanya sebagi ibu kota Negara yang
metropolis tapi dalam benak saya Jakarta itu Liar!!jakarta itu tak punya
humanis!!
Saya menelpon ke rumah, kalau-kalau orang rumah tau, kamu
akan pergi. Tapi orang rumah sama kagetnya dengan saya. Saya menelpon, lalu
menyuruh mu pulang tapi kamu malah memutuskan telepon.
Sudah sejak lama saya
ingin tak peduli dengan kamu,mengingat semua yang kamu lakukan ke saya sudah
melampui batas. Kamu tidak pernah menganggap bahwa saya adalah orang yang lebih
dahulu lahir dari perut ibu yang sama dengan kamu. Saya sedikit mandiri dari
orang tua sekarang, bisa membiayai hidup saya sendiri dan sedikit mencoba
membantu kamu dengan kondisi keuangan keluarga yang tak jelas. Tapi bagi kamu,
saya hanya panti social, yang memberikan uang sekali sebulan, tanpa ada
hubungan apa-apa. Saya tak mengharapkan apa-apa dari kamu, selain, setiap hari
kamu sadar, betapa saya menahan lapar agar selalu bisa memenuhi janji-janji
saya.
Suatu hari kamu menerima uang dari saya, kurang seratus ribu
dari yang biasa karena kamu libur, uang kontan saya berikan, tapi tak ada
sebaris terima kasihpun dari kamu dan tentunya kamu tak tau, demi memenuhi yang
sedikit itu saya harus mencari pinjaman untuk kembali lagi bekerja.
Bulan ramadhan, kamu menelfon saya, meminta maaf Karena
selalu meminta uang, itu saja. Tak ada yang salah dengan meminta uang tapi
sikap kamu lebih banyak menyakiti saya ketimbang uang yang saya habiskan untuk
kamu.
Kamu orang teregois yang pernah saya temui, sebagai orang
yang terlahir terakhir, ketika saya pulang seharusnya kamu bertanya ini itu,
apakah saya capek,letih, sudah makankah, tak pernah, yang saya temui justru
ketika saya sampai di rumah kamu menghilang, kadang saya tak ingin pulang, tak
ingin melihat muka kamu, tak ingin menemui kamu,tapi saya terus berusaha untuk
menganggap semua hal itu tak pernah terjadi demi Amak, amak terlalu menyangi
kamu, menyakiti mu sama dengan menyakiti Amak.
Hari itu saya pulang ke Padang beberapa hari, saya lebih
menemukan “adik-adik” yang betul-betul menganggap saya kakaknya. Bertanya
kabar, mengeluhkan banyak hal dan tentunya saya keluar uang juga untuk mereka,
sekedar membawa mereka memakan sepotong roti bakar. Sangan sedikit,sekitar
tujuh orang saya hanya menghabiskan empat puluh lima ribu. Tapi masalhnya bukan
uang sekarang, masalahnya bagaimana saya yang sanguis melankolis ini
diperlakukan wajar oleh orang yang lebih kecil dari saya.
Sekarang kamu pergi ke Jakarta sekedar menemani seseorang
penelitian, itu artinya kamu hanya melakukan urusan orang lain. Sementara di
rumah, amak pulang sudah hampir jam enam, untuk memenuhi kebutuhan yang lain
setelah membayar uang kuliah kamu, Amak panen Kayu manis, itu artinya hasilnya
harus dijemur, dikikis kulitnya,cabe juga panen saya dengar, itu artinya Amak
butuh tenaga tambahan untuk melakukan semua kegiatan-kegiatan yang sedikit
berat diumurnya yang sekarang. Di rumah ada seorang lumpuh, yang juga sangat
butuh bantuan, karenan penyakit yang dideritanya dan Amak juga pulang agak
sore, dia mengambil alih beberapa kerja untuk meringankan beban amak.
Baiklah, mungkin kamu punya alasan yang kongkret sekarang,
bekerja! Baik, kamu sudah berumur hapir 20an, dan bagi kamu umur segitu
mengharuskan kamu mandiri. Kamu selalu menuntut perlakuan yang sama kepada Amak
dan Apak, seperti beliau memperlakukan saya. “kenapa tia boleh?kenapa
tia…………………….?tuntutan tuntutan panjang ini membuat semua orang, yang menurut
kamu takut. Ramadahan tahun lalu anda kabur dari rumah,kamu bisa menawar Amak
dengan sikap seperti itu, tetapi tidak saya. Jangan mencoba mengancam saya
dengan cara menghancurkan diri kamu, saya tak rugi sedikitpun, seperti kamu
yang tak pernah peduli perasaaan saya, saya juga tak pernah peduli perasaan
kamu. Tapi satu hal, jangan sekali-kali membuat Amak panic dan stress dengan
sikap kamu yang sok tau dan sok paling benar. Menyakiti Amak berarti kamu
mengusulkan perang terang-terangan dengan saya.
Selama ini anda selalu mengatakan “kenapa tia boleh?kenapa
tia dikasih?” saya jelaskan!
Saya pertama kali jatuh cinta ketika saya kelas enam SD, saya
jatuh cinta pada teman satu sekolah saya, dan kami tak pernah berpacaran. Saya
menutup diri untuk namanya hubungan yangmembuat orang tua saya resah. Amak
sangat ketat mengawasi saya dalam urusan yang satu ini, kalau saya melanggar
itu artinya saya menyakitinya dan saya tak ingin dia terluka. Bagi amak
berpacaran ketika saya belum matang adalah hal paling hina. Amak selalu mengatak
hal itu kepada saya. Walau Apak selalu memberi lampu hijau bagi saya, “pacaran
itu penting untuk semangat,” begitu Apak berujar, tapi tetap saya tak mampu
melanggar perintah Amak. Sekolah pada salah satu sekolah favorit sewaktu Mts
membuat saya sedikit cemerlang diantara teman-teman satu kampong yang lain.
Saya satu-satunya orang yang bersekolah disana saat itu. Hal itu membuat banyak
laki-laki semumuran saya yang mendekati bahkan ada yang nekat datang ke rumah
kosan saya di Kabun pulasan hanya untuk ingin jadi kekasih saya. Tapi hal itu
tak mudah, bukan saya tak menyukai mereka tapi saya mencintai amak ketimbang
mereka. Sekolah menengah Atas pun begitu, sekolah disekolah rata-rata muridnya
perempuan tetapi saya tetap saja menarik bagi beberapa dari mereka, saya
memilih untuk berteman saja. Sekali lagi hanya karena saya memilih untuk
menghormati keputusan Amak. Di kampong, dimana dirumah terlalu banyak jantan,
ada juga satu dua dari mereka yang berani menelpon saya kadang-kadang. Saya
menyukai sensasi-sensai ini, tapi setelah saya tahu siapa orang ini sebenarnya,
jangankan menjadi pacarnya, melihat dia berpacaran dengan orang lain saja, saya
merasa kasihan dengan cewek-cewek itu. Kuliah harusnya menjadi waktu-waktu
paling bebas saya untuk menujukan ‘kanakanlan2” saya. Amak sangat jauh dan itu
bisa membuat saya lebih bebas, tapi sayangnya Amak mebuat sumpah dengan saya
“keluar diatas jam tujuh malam, maka saya tidak rela atas semua yang ada pada
kamu,” wow!sumpah yang agak ngeri memang, tapi begitulah Amak. Setelah sekian
tahun saya tahu yang namanya pacaran tapi saya tak pernah mencobanya, tak
pernah sekalipun berpacaran walau saat itu saya sudah berada di semester lima.
Bukan tidak ada yang mau, tapi saya sudah putuskan untuk tidak melanggar sumpah
Amak. Semester lima akhir saya menerima seorang laki-laki dikehidupan saya.
Seorang tamatan Gontor yang lumayan berkelas. Kami dipertemukan pacar teman
saya. Dia abang pacar teman saya. Hubungan berlanjut biasa-biasa saja, karena
mengingat dia anak Gontor say a merasa aman. Sampai suatu ketika dia mengajak
saya keluar setelah magrib dan hubungan itu segera saya akhiri. Semua karena
Amak. Menjelang wisuda seorang anak fakultas keolahragaan dekat dengan saya,
tapi karena masih menerima uang saku dari Amak yang datang setiap bulan saya
tak berpacaran dengannya. Saya berpacaran denganya sejak setelah saya diwisuda
dan tidak menerima uang lagi dari Amak. Saya memang membawanya kerumah, bukan niat
untuk dipamerkan atau untuk membuat saya tak memiliki harga diri, saya ingin
mengenalkan ke Amak, amak boleh menilainya.
Tapi lihat diri kamu?
Tak hanya masalah pacaran yang kamu bawa-bawa dalam meminta
peradilan, tak ayal masalah fasilitaspun kamu menekan orang tua saya. Kamu
sudah memiliki laptop di bangku sekolah menengah tapi saya baru bisa membeli
computer, ketika saya semester lima dan untuk menggarap skripsi saya. Saya
diberi Amak izin untuk pergi ke Malaysia, karena sekolah memilih saya untuk
itu. Saya dites sewaktu mengusulkan akan pergi.
Sewaktu kuliah amak hanya memberi 250rb. Dan itu harus cukup
setiap bulanya. Tentu saja semua itu tak pernah cukup. Tapi saya tak pernah
menutut Amak. Saya bekerja, mulai dari terlibat dalam pengawasan ujian di kampus
yang digaji tujuh puluh lima ribu , ikut lemabaga survey pilkada, sampai
menempel stiker hari bahasa di angkot padang dan kamu tau saya berdiri seharian
dilampu merah untuk ini.
Kamu mungkin ingin mencoba seperti saya. Berdiri dikaki
sendiri dan sayangnya kamu terlalu sombong sehingga banyak hal-hal yang
menjatuhkan kamu ketimbang membangun kamu. Saya masih ingat,suatu hari saya dan
uni duduk berdua,kamu meminta uang dan agak lama akhirnya dikasih juga,
“ingat!!!suatu hari aku bakalan sukses, bakalan punya banyak uang,awas
kalian!!!akan aku buktikan!!!ingat itu,” kira-kira begitu ujarmu saat itu. Saya
tersenyum kecut,geram sekaligus terpukau dengan pernyataan kamu, sejak saat itu
saya pastikan saya cukup walau tidak kaya, karena punya saudara seperti
kamu,kalau sudah begini perjanjianya akan sulit bagi saya yang miskin ini. Saat
itu saya berfikir “suatu hari nanti kalau kamu kaya,kamu akan menjajah saya
yang miskin ini,”
Saat ini saya punya pacar,yaaa..masih pacar,teman laki-laki
atau apalah namanya yang jelas kami agak dekat. Pesan yang saya terima ketika
keberangkatanmu ke Jakarta kira-kira begini, “Tia, urusan saja urusan
sendiri-sendiri. Katanya dia akan mengurus dirinya sendiri dan kamu juga urus
diri sendiri. Urus urusan masing-masing. Saat pacarmu datang ke rumah kemaren
dia sengaja tak mengacuhkannya biar tau sakitnya orang yang kamu sayang
dicuekin oelh keluargamu,”hahah….saya tertawa sekaligus sangat mengasihani
pacar saya. Ternyata niat baiknya tidak melulu diterima. Setau saya,sejauh ini
dia tak punya salah, dan sepertinya trik “mencuekin” itu adalah modus balas
dendam karena saya tak pernah merestui kalian berpacaran selama ini. Bukan
apa-apa, niat saya tak ada apa-apa, yang saya tau kalian adalah orang yang
butuh perlindungan,dan satu-satunya yang kita punya hanya “saya” Karena kurang
beruntung kita tak punya saudara laki-laki dan saya mengambil alih tugas ini.
Melindungi kalian, tapi ternyata kalian tak menganggap itu “kasih sayang” malah
menganggap itu sebagai boomerang bagi saya.
Baiklah..
Kita urus urusan
masing-masing,my life is my way!!
Saya putuskan saya tak akan mengurus urusan kamu lagi!!
Enam jam
kemudian!!********************************************
Sebuah pesan masuk di hp saya,” ndak ..aku pergi sama teman,dia
juga pergi sama temannya, dia lesbi temannya juga, saya mau pulang,” kepala
saya berat, rasanya mau pecah saat itu. Malam sebelumnya saya tak tidur
memikirkan pesan-pesan yang masuk betapa kamu sangat membenci saya dan tak
pernah menghormati saya, sebagai kakak saya adalah orang yang paling rugi
barangkali, paling malang, adik sendiri justru tak maumendengarkan nasehat
saya,tapi orang lain justru mengantri ingin konsultasi dengan saya dan
bayarannya “mahal” tapi adik kandung saya justru tak pernah mau mendengarkan
saya.
Saya biarkan pesan itu beberapa saat. Lalu saya menelepon
pulang. Bagi saya tak ada orang lain yang bisa saya percaya selain Amak, tapi
saat itu hp Amak rusak, saya menelepon Sita. Saya bicara padanya, bahwa saya
akan membiarkan kamu disana, tak akan saya telepon mengingat kamu menekankan
“urus urusan masing-masing, saya bisa menjaga diri,”..saya mengatakan kepada
Sita bahwa kamu adalah seorang pintar, keren yang bisa mengurus diri sendiri.
Saya kembali tidur, tapi perasaaan saya tak tenang. Berlatang
belakang pengalaman wartawan yang kebetulan punya banyak teman di Jakarta, saya
lansung menghidupkan computer saya dan membuka beberapa link yang bisa saya
hubungin untuk melacak kamu. Saya telepon beberapa orang, mereka sangat jauh
Jakarta…ahh…saya lupa kalau Jakarta itu luas. Saya menelepon kamu,dengan sangat
berat hati,karena saya pikir kamu akan memutuskan telepon begitu saya mulai
bicara, sebelum saya menelepon ada pesan masuk “maafkan saya”saya menelepon,
ternyata yang saya dengar, hanya sedu sedan, tentunya kamu sudah lama menangis.
Banyak buku yang saya baca, lesbian sama berbahayanya dengan Homo, saya
teringat bebrapa berita pembunuhan belakangan. Saya mengkhawtirkan kamu untuk
pertama kalinya sejak semalam. Saya berbicara dengan dengan temanmu itu,
menanyakan semua tentangnya, dan saya mencatatnya lengkap, seandainya besok
siang kamu tidak sampai di Padang akan sangat mudah bagi saya menemukan temanmu
ini.
Saya tak punya uang untuk memulangkanmu. Amak terus menangis.
Hal ini tak bisa dibiarkan. Saya tak pernah ingin Amak menangis. Saya
meghubungi seorang teman, dan meminjam uang. Saya memulangkan kamu, menelepon
kamu tiap sebentar, hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja.
Baiklah…saya harap ini terakhir kali saya ikut campur urusankamu
dan saya harap kamu memang bisa mengurus dirimu sendiri..sendiri…karena sudah
pintar,sudah besar tentunya tanpa bantuan saya, tanpa saya ingatkan lagi, tanpa
saya nasehati lagi..”saya bisa menjaga diri, urus saja urusan sendiri-sendiri,
jangan menilai orang dari luar saja!!!!” masih jelas terngiang di benak saya
dan itu tak akan saya lupakan.
Lebaran sudah dekat,saya sangat ingin belanja baju lebaran,
walalu dengan uang pas-pasan,saya harap bisa dapat satu orang satu di rumah
saya, saya kembali memeriksa dompet dan rekening saya, ternyata Cuma cukup
untuk membeli baju satu orang, dan orang yang pertama saya ingat adalah:kamu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar