Jumat, 03 Agustus 2012

What a sister!!


Saya berencana untuk istirahat karena, seperti hari-hari biasa saya kedatangan bulan,itu sangat menyiksa. Pada saat-saat saya “menerima tamu” ini saya akan demam, tidak makan, dan menderita sakit perut yang luar biasa perih. Keringan dingin saya selalu keluar walau saya dalam ruangan berAC. Yang saya butuhkan cuma tidur. Saya hampir tak bisa membuka mata lagi, sudah setengah tidur ketika saya mendengar ada nada pesan masuk pada smart phone saya.
“Gw udah di bandara,akan pergi ke Jakarta,k3 kos mintak ditemani penelitian,biaya PP dia yang tanggung, uang hanya ada 50rb saat ini, ntar klu lu mau kirim ke rek gw aja,” saya menghela nafas agak panjang,lalu menahanya sebentar. Bagi saya Jakarta bukan hanya sebagi ibu kota Negara yang metropolis tapi dalam benak saya Jakarta itu Liar!!jakarta itu tak punya humanis!!

Saya menelpon ke rumah, kalau-kalau orang rumah tau, kamu akan pergi. Tapi orang rumah sama kagetnya dengan saya. Saya menelpon, lalu menyuruh mu pulang tapi kamu malah memutuskan telepon.
 Sudah sejak lama saya ingin tak peduli dengan kamu,mengingat semua yang kamu lakukan ke saya sudah melampui batas. Kamu tidak pernah menganggap bahwa saya adalah orang yang lebih dahulu lahir dari perut ibu yang sama dengan kamu. Saya sedikit mandiri dari orang tua sekarang, bisa membiayai hidup saya sendiri dan sedikit mencoba membantu kamu dengan kondisi keuangan keluarga yang tak jelas. Tapi bagi kamu, saya hanya panti social, yang memberikan uang sekali sebulan, tanpa ada hubungan apa-apa. Saya tak mengharapkan apa-apa dari kamu, selain, setiap hari kamu sadar, betapa saya menahan lapar agar selalu bisa memenuhi janji-janji saya.
Suatu hari kamu menerima uang dari saya, kurang seratus ribu dari yang biasa karena kamu libur, uang kontan saya berikan, tapi tak ada sebaris terima kasihpun dari kamu dan tentunya kamu tak tau, demi memenuhi yang sedikit itu saya harus mencari pinjaman untuk kembali lagi bekerja.
Bulan ramadhan, kamu menelfon saya, meminta maaf Karena selalu meminta uang, itu saja. Tak ada yang salah dengan meminta uang tapi sikap kamu lebih banyak menyakiti saya ketimbang uang yang saya habiskan untuk kamu.
Kamu orang teregois yang pernah saya temui, sebagai orang yang terlahir terakhir, ketika saya pulang seharusnya kamu bertanya ini itu, apakah saya capek,letih, sudah makankah, tak pernah, yang saya temui justru ketika saya sampai di rumah kamu menghilang, kadang saya tak ingin pulang, tak ingin melihat muka kamu, tak ingin menemui kamu,tapi saya terus berusaha untuk menganggap semua hal itu tak pernah terjadi demi Amak, amak terlalu menyangi kamu, menyakiti mu sama dengan menyakiti Amak.
Hari itu saya pulang ke Padang beberapa hari, saya lebih menemukan “adik-adik” yang betul-betul menganggap saya kakaknya. Bertanya kabar, mengeluhkan banyak hal dan tentunya saya keluar uang juga untuk mereka, sekedar membawa mereka memakan sepotong roti bakar. Sangan sedikit,sekitar tujuh orang saya hanya menghabiskan empat puluh lima ribu. Tapi masalhnya bukan uang sekarang, masalahnya bagaimana saya yang sanguis melankolis ini diperlakukan wajar oleh orang yang lebih kecil dari saya.
Sekarang kamu pergi ke Jakarta sekedar menemani seseorang penelitian, itu artinya kamu hanya melakukan urusan orang lain. Sementara di rumah, amak pulang sudah hampir jam enam, untuk memenuhi kebutuhan yang lain setelah membayar uang kuliah kamu, Amak panen Kayu manis, itu artinya hasilnya harus dijemur, dikikis kulitnya,cabe juga panen saya dengar, itu artinya Amak butuh tenaga tambahan untuk melakukan semua kegiatan-kegiatan yang sedikit berat diumurnya yang sekarang. Di rumah ada seorang lumpuh, yang juga sangat butuh bantuan, karenan penyakit yang dideritanya dan Amak juga pulang agak sore, dia mengambil alih beberapa kerja untuk meringankan beban amak.
Baiklah, mungkin kamu punya alasan yang kongkret sekarang, bekerja! Baik, kamu sudah berumur hapir 20an, dan bagi kamu umur segitu mengharuskan kamu mandiri. Kamu selalu menuntut perlakuan yang sama kepada Amak dan Apak, seperti beliau memperlakukan saya. “kenapa tia boleh?kenapa tia…………………….?tuntutan tuntutan panjang ini membuat semua orang, yang menurut kamu takut. Ramadahan tahun lalu anda kabur dari rumah,kamu bisa menawar Amak dengan sikap seperti itu, tetapi tidak saya. Jangan mencoba mengancam saya dengan cara menghancurkan diri kamu, saya tak rugi sedikitpun, seperti kamu yang tak pernah peduli perasaaan saya, saya juga tak pernah peduli perasaan kamu. Tapi satu hal, jangan sekali-kali membuat Amak panic dan stress dengan sikap kamu yang sok tau dan sok paling benar. Menyakiti Amak berarti kamu mengusulkan perang terang-terangan dengan saya.
Selama ini anda selalu mengatakan “kenapa tia boleh?kenapa tia dikasih?” saya jelaskan!
Saya pertama kali jatuh cinta ketika saya kelas enam SD, saya jatuh cinta pada teman satu sekolah saya, dan kami tak pernah berpacaran. Saya menutup diri untuk namanya hubungan yangmembuat orang tua saya resah. Amak sangat ketat mengawasi saya dalam urusan yang satu ini, kalau saya melanggar itu artinya saya menyakitinya dan saya tak ingin dia terluka. Bagi amak berpacaran ketika saya belum matang adalah hal paling hina. Amak selalu mengatak hal itu kepada saya. Walau Apak selalu memberi lampu hijau bagi saya, “pacaran itu penting untuk semangat,” begitu Apak berujar, tapi tetap saya tak mampu melanggar perintah Amak. Sekolah pada salah satu sekolah favorit sewaktu Mts membuat saya sedikit cemerlang diantara teman-teman satu kampong yang lain. Saya satu-satunya orang yang bersekolah disana saat itu. Hal itu membuat banyak laki-laki semumuran saya yang mendekati bahkan ada yang nekat datang ke rumah kosan saya di Kabun pulasan hanya untuk ingin jadi kekasih saya. Tapi hal itu tak mudah, bukan saya tak menyukai mereka tapi saya mencintai amak ketimbang mereka. Sekolah menengah Atas pun begitu, sekolah disekolah rata-rata muridnya perempuan tetapi saya tetap saja menarik bagi beberapa dari mereka, saya memilih untuk berteman saja. Sekali lagi hanya karena saya memilih untuk menghormati keputusan Amak. Di kampong, dimana dirumah terlalu banyak jantan, ada juga satu dua dari mereka yang berani menelpon saya kadang-kadang. Saya menyukai sensasi-sensai ini, tapi setelah saya tahu siapa orang ini sebenarnya, jangankan menjadi pacarnya, melihat dia berpacaran dengan orang lain saja, saya merasa kasihan dengan cewek-cewek itu. Kuliah harusnya menjadi waktu-waktu paling bebas saya untuk menujukan ‘kanakanlan2” saya. Amak sangat jauh dan itu bisa membuat saya lebih bebas, tapi sayangnya Amak mebuat sumpah dengan saya “keluar diatas jam tujuh malam, maka saya tidak rela atas semua yang ada pada kamu,” wow!sumpah yang agak ngeri memang, tapi begitulah Amak. Setelah sekian tahun saya tahu yang namanya pacaran tapi saya tak pernah mencobanya, tak pernah sekalipun berpacaran walau saat itu saya sudah berada di semester lima. Bukan tidak ada yang mau, tapi saya sudah putuskan untuk tidak melanggar sumpah Amak. Semester lima akhir saya menerima seorang laki-laki dikehidupan saya. Seorang tamatan Gontor yang lumayan berkelas. Kami dipertemukan pacar teman saya. Dia abang pacar teman saya. Hubungan berlanjut biasa-biasa saja, karena mengingat dia anak Gontor say a merasa aman. Sampai suatu ketika dia mengajak saya keluar setelah magrib dan hubungan itu segera saya akhiri. Semua karena Amak. Menjelang wisuda seorang anak fakultas keolahragaan dekat dengan saya, tapi karena masih menerima uang saku dari Amak yang datang setiap bulan saya tak berpacaran dengannya. Saya berpacaran denganya sejak setelah saya diwisuda dan tidak menerima uang lagi dari Amak. Saya memang membawanya kerumah, bukan niat untuk dipamerkan atau untuk membuat saya tak memiliki harga diri, saya ingin mengenalkan ke Amak, amak boleh menilainya.
Tapi lihat diri kamu?
Tak hanya masalah pacaran yang kamu bawa-bawa dalam meminta peradilan, tak ayal masalah fasilitaspun kamu menekan orang tua saya. Kamu sudah memiliki laptop di bangku sekolah menengah tapi saya baru bisa membeli computer, ketika saya semester lima dan untuk menggarap skripsi saya. Saya diberi Amak izin untuk pergi ke Malaysia, karena sekolah memilih saya untuk itu. Saya dites sewaktu mengusulkan akan pergi.
Sewaktu kuliah amak hanya memberi 250rb. Dan itu harus cukup setiap bulanya. Tentu saja semua itu tak pernah cukup. Tapi saya tak pernah menutut Amak. Saya bekerja, mulai dari terlibat dalam pengawasan ujian di kampus yang digaji tujuh puluh lima ribu , ikut lemabaga survey pilkada, sampai menempel stiker hari bahasa di angkot padang dan kamu tau saya berdiri seharian dilampu merah untuk ini.
Kamu mungkin ingin mencoba seperti saya. Berdiri dikaki sendiri dan sayangnya kamu terlalu sombong sehingga banyak hal-hal yang menjatuhkan kamu ketimbang membangun kamu. Saya masih ingat,suatu hari saya dan uni duduk berdua,kamu meminta uang dan agak lama akhirnya dikasih juga, “ingat!!!suatu hari aku bakalan sukses, bakalan punya banyak uang,awas kalian!!!akan aku buktikan!!!ingat itu,” kira-kira begitu ujarmu saat itu. Saya tersenyum kecut,geram sekaligus terpukau dengan pernyataan kamu, sejak saat itu saya pastikan saya cukup walau tidak kaya, karena punya saudara seperti kamu,kalau sudah begini perjanjianya akan sulit bagi saya yang miskin ini. Saat itu saya berfikir “suatu hari nanti kalau kamu kaya,kamu akan menjajah saya yang miskin ini,”
Saat ini saya punya pacar,yaaa..masih pacar,teman laki-laki atau apalah namanya yang jelas kami agak dekat. Pesan yang saya terima ketika keberangkatanmu ke Jakarta kira-kira begini, “Tia, urusan saja urusan sendiri-sendiri. Katanya dia akan mengurus dirinya sendiri dan kamu juga urus diri sendiri. Urus urusan masing-masing. Saat pacarmu datang ke rumah kemaren dia sengaja tak mengacuhkannya biar tau sakitnya orang yang kamu sayang dicuekin oelh keluargamu,”hahah….saya tertawa sekaligus sangat mengasihani pacar saya. Ternyata niat baiknya tidak melulu diterima. Setau saya,sejauh ini dia tak punya salah, dan sepertinya trik “mencuekin” itu adalah modus balas dendam karena saya tak pernah merestui kalian berpacaran selama ini. Bukan apa-apa, niat saya tak ada apa-apa, yang saya tau kalian adalah orang yang butuh perlindungan,dan satu-satunya yang kita punya hanya “saya” Karena kurang beruntung kita tak punya saudara laki-laki dan saya mengambil alih tugas ini. Melindungi kalian, tapi ternyata kalian tak menganggap itu “kasih sayang” malah menganggap itu sebagai boomerang bagi saya.
Baiklah..
Kita urus urusan  masing-masing,my life is my way!!
Saya putuskan saya tak akan mengurus urusan kamu lagi!!
Enam  jam kemudian!!********************************************
Sebuah pesan masuk di hp saya,” ndak ..aku pergi sama teman,dia juga pergi sama temannya, dia lesbi temannya juga, saya mau pulang,” kepala saya berat, rasanya mau pecah saat itu. Malam sebelumnya saya tak tidur memikirkan pesan-pesan yang masuk betapa kamu sangat membenci saya dan tak pernah menghormati saya, sebagai kakak saya adalah orang yang paling rugi barangkali, paling malang, adik sendiri justru tak maumendengarkan nasehat saya,tapi orang lain justru mengantri ingin konsultasi dengan saya dan bayarannya “mahal” tapi adik kandung saya justru tak pernah mau mendengarkan saya.
Saya biarkan pesan itu beberapa saat. Lalu saya menelepon pulang. Bagi saya tak ada orang lain yang bisa saya percaya selain Amak, tapi saat itu hp Amak rusak, saya menelepon Sita. Saya bicara padanya, bahwa saya akan membiarkan kamu disana, tak akan saya telepon mengingat kamu menekankan “urus urusan masing-masing, saya bisa menjaga diri,”..saya mengatakan kepada Sita bahwa kamu adalah seorang pintar, keren yang bisa mengurus diri sendiri.
Saya kembali tidur, tapi perasaaan saya tak tenang. Berlatang belakang pengalaman wartawan yang kebetulan punya banyak teman di Jakarta, saya lansung menghidupkan computer saya dan membuka beberapa link yang bisa saya hubungin untuk melacak kamu. Saya telepon beberapa orang, mereka sangat jauh Jakarta…ahh…saya lupa kalau Jakarta itu luas. Saya menelepon kamu,dengan sangat berat hati,karena saya pikir kamu akan memutuskan telepon begitu saya mulai bicara, sebelum saya menelepon ada pesan masuk “maafkan saya”saya menelepon, ternyata yang saya dengar, hanya sedu sedan, tentunya kamu sudah lama menangis. Banyak buku yang saya baca, lesbian sama berbahayanya dengan Homo, saya teringat bebrapa berita pembunuhan belakangan. Saya mengkhawtirkan kamu untuk pertama kalinya sejak semalam. Saya berbicara dengan dengan temanmu itu, menanyakan semua tentangnya, dan saya mencatatnya lengkap, seandainya besok siang kamu tidak sampai di Padang akan sangat mudah bagi saya menemukan temanmu ini.
Saya tak punya uang untuk memulangkanmu. Amak terus menangis. Hal ini tak bisa dibiarkan. Saya tak pernah ingin Amak menangis. Saya meghubungi seorang teman, dan meminjam uang. Saya memulangkan kamu, menelepon kamu tiap sebentar, hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja.
Baiklah…saya harap ini terakhir kali saya ikut campur urusankamu dan saya harap kamu memang bisa mengurus dirimu sendiri..sendiri…karena sudah pintar,sudah besar tentunya tanpa bantuan saya, tanpa saya ingatkan lagi, tanpa saya nasehati lagi..”saya bisa menjaga diri, urus saja urusan sendiri-sendiri, jangan menilai orang dari luar saja!!!!” masih jelas terngiang di benak saya dan itu tak akan saya lupakan.
Lebaran sudah dekat,saya sangat ingin belanja baju lebaran, walalu dengan uang pas-pasan,saya harap bisa dapat satu orang satu di rumah saya, saya kembali memeriksa dompet dan rekening saya, ternyata Cuma cukup untuk membeli baju satu orang, dan orang yang pertama saya ingat adalah:kamu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar