Aku menatap
cermin…
Kembali menatap,mematu
matut diri ku, mata ku ternyata berwarna coklat gelap, bulu mata ku panjang
namun tak lentik, hidung ku bukan hidung yang digilai banyak perempuan, ada
banyak “tahi” lalat disana. Aku tersenyum. Senyum ku simetris..sangat simetris.
bukan karena gigi rapi yang membuat
sneyummu simetris, tapi betapa tulus engkau tersenyum dan betapa leganya
setelah itu. Alis ku lebat. Aku ingin berdialog dengan aku yang dicermin itu.
“Apa sebenarnya
yang telah engkau cari?apa kau masih bersyukur dengan apa yang berlebih
sekarang?”
cermin itu
menjawab: Aku tau kau tak senyaman dulu dengan hidupmu yang serba lengkap. Kelengkapan justru membuatmu kekurangan. Kau
memang tertawa, kau memang bahagia tampak diluaran, tapi kau merindu sesuatu
yang dulu pernah kau “gilai” walau tak pernah kau miliki.
Aku “ sok tau!”
Diriku di
cermin “ Duduklah, tariklah nafasmu. Fikirkan baik baik. Rasakan deru pendingin
ruangan itu menyapa telinga mu dan anginya membelai lembut kulitmu. Rebahkan badanmu
pada kasur tebal yang sedikit menggelembung dengan bunga-bunga. Pejamkan matamu.
Sialnya aku
menurut saja.
Dia melanjutkan
“ Apa yang kau rasakan? Apa benar ini yang kau inginkan? Baiklah....memang ini yang kau inginkan di akhir cerita
tak tak begini prosesnya.
“Apa yang aku
inginkan?” aku bergumam
“Hal yang paling tidak mungkin kau lakukan
adalah,kembali ke masa lalumu. Kenanglah masa lalu mu yang agak sedikiti
berat namun kau menikmatinya ketimbang kau sibuk memikirkanya dan menyesali
semua yang telah kau peroleh sekarang namun tak ada siapa yang menanyakan “
menurutmu ini bagaimana? Apa yang akan kita hasilkan hari ini?Apa agenda
pertama kita? “ bukan…sama sekali bukan ini yang harus kau fikirkan, tapi bagaimana tetap tertekan dengan target tanpa
ketergantungan dengan peringatan lingkungan. Jangan salahkan mereka,
lingkungan,orang-orang disekitar, yang harus kau tau kita bermasalah maka kita ada. Setiap persoalan harus diselesaikan.
“
Diriku sendiri
terkesan mengguruiku, aku muak. Aku kembali bangkit dari rebahanku, dan bangun
menuju cermin. Bayangan di cermin menatap getir. Bibirnya seperti kain kusut. Dibatang hidung peseknya ada
sedikit kerutan, dan mata coklatnya sedikit mengecil.
“Kenapa?kau
marah pada keadaan?tidak jadi mendaki Mahameru?Belum sempat melancong kenegar a
bersalju? Atau kau marah karena tak satupun media yang mau menerima tulisanmu?!”
dia membentak.
Aku mundur dua
langkah ke belakang.
“ Ini semua bukan
salah siapa. Ini salahmu yang tak
berusaha. Bangunlah !!!!!! melangkahlah
diatas keyakinan dan usaha, jatuh cintalah pada setiap hal yang diberikan
Tuhan. Dimanapun kau berada jadilah sesuatu yang bukan tak bermanfaat.!!
“Air bak
mandinya penuh” seseorang berteriak. Seiring bayangan dicermin kembali monoton,
kembali aku. Dia tak berpidato lagi. Didalam
sana hanya ada wajahku, yang tertunduk lesu.
Tualang, 23
mei 2012. 09.17
Satu, dua, dan tiga kali tentu renungan macam begini kita butuh kakak. Kalau sering-sering bisa keriting pula hati dan akal nanti. Maka kendalikanlah, seperti kakak mengendalikan iuran pulsa per bulan.
BalasHapusLebih akut dari candu Magnum, for pleasure seeker. But, it is over seeking.
Good job and thanks for sharing ^_______^
Saya suka ini kak.. "jatuh cintalah pada setiap hal yang diberikan Tuhan," Ya.. Syukur.. adalah JanjiNYA ketika syukur itu senantiasa ada penambahnya pun akan selalu ada. DIA-lah maha penepat janji.. tak pernah meleset. Syukur di tengah daya dan upaya tentu akan membuatNYA senantiasa tersenyum menatap kita..
BalasHapus