Senin, 30 Januari 2012

Saya dan Mereka


Pernikahan butuh waktu yang lama dalam "mempersiapkanya" itu mungkin sudah biasa. Banyak orang yang gagal dalam pernikahanya dengan alasan macam-macam. Tak sedikit juga alasan dari pernikahan gagal tersebut. Ada juga yang beruntung dan melalui pertimbangan matang mereka mengecap kebahagian hingga mereka menua bersama. Itu juga biasa. Ketika seseorang yang pilihanya dijatuhkan pada satu orang untsuk menghabiskan sisa umurnya, tanpa paksaan, tanpa megis, dan persiapan yang matang (secara materi) lalu justru ragu ketika penghulu sudah dalam perjalannan. Ini baru luar biasa.

Dalam tahun ini, dalam kurun waktu belum satu bulan, sudah lima undangan yang saya terima. Undangan pertama datang dari Senia Defitri.  Sudah sangat mantap, berlatang belakang pendidikan yang berbasis psikologi, dia siap dan persiapan pun tak dalam waktu singkat. Foto preweeding sudah jadi, saat foto jadi saja dia sangat antusias. Terlihat dari status BBM dan Facebooknya dalam kurun waktu sebulan sebelum menikah. Bahkan dia ingin tahun 2011 Desembernya terlewat dan January datang. Tanggal 16 pernikahanya dilansungkan jam 2 siang. Saya berhalangan hadir. Setengah dua dia menelfon saya, dia takut, cemas, dan gemetaran, tak ada kata ragu dalam kalimatnya, Cuma terbesit dia benar-benar gugup. Menelfon saya adalah satu-satunya jalan membuatnya tenang (katanya). Saya perempuan lajang, belum bersuami, belum pernah menikah berhasil menenangkanya.  Pukul dua, pernikahan dilansungkan dan lancar. BBM diterima “maksih ya buk…kamu memang selalu bisa diandalkan”
Undangan kedua, datang dari Ulvina Hafiza, kalau tidak salah dia masih berumur 22an. Saya dapat kabar dari Ulfia Rahmi. Entah mengapa saya menangis. Perjalanan Perawang –Pekanbaru terasa begitu nelangsa. Dia junior saya. Seharusnya sikap saya tak begini. Tapi bagi saya dia tak sekedar Junior. Lebih dari adik sendiri. Dia tegar dimata teman-teman seangkatanya tapi tidak dimata saya. Bebanya terlalu banyak. Pasti alasanya sulit diterima akal sehat, begitu fikiran saya saat itu. Hari minggu pagi menjelang Imlek, dia menelfon saya. Suaranya bergetar, kami diam beberapa saat,saling berbicara tanpa ada kata yang harus terucap, terakhir dia hanya mengucapkan terimaksih dan meminta maaf (tak tau alasanya meminta maaf) dia menutup telfon. Dan beberapa saat smsnya masuk,”Agama, pertimbangan Uun untk menikah agama kak. Agamnya Bagus dan ini salah satu cara Un menyempurnakan agama Un. Do’a kan Un ya kak. Un matang kok, Proses ta’arufnya sudah lama dan dia laki-laki sabar,”matang!sabar!dia sudah siap dan dia menikah Februari ini.
Belum selesai menata perasaan saya dengan undangan Ulvina, Winda Noprina menginbox saya di FB dan mengutarakan niat baiknya. Haha….saya terpaku sambil berujar “apa-apaan ini?”harusnya saya bahagia, mereka menemukan jodoh mereka dengan segera dan urusan kesana dilancarkan, dan mereka “terjaga”. Baiklah, dua hari setelahnya saya menelfonnya, dan dapat cerita yang lengkap dengan plot yang paten dari Winda. Saya percaya pada laki-laki ini, dari cerita Winda dia baik. (dengan atau tanpa persetujuan saya pun, mereka akan menikah, tapi saya merasa sedikit lebih lega melepasnya). Tetapi diakhir telepon, dia berujar lirih “Winda ragu,kak,”saya diam. Saya tau kalimat ini akan meluncur. “Dia pernah punya pacar kak,dan……………”saya diam. Sesaat menarik nafas, dan mulai berceramah panjang lebar. “Maksih ya kak..kakak benar,tugas Winda sekarang adalah menata masa depan, bukan menengok kebelakang,”telfon ditutup. Saya mendesah senang, dia matang!dan sms selalu saya terima setelah telfon ditutup “Maksih ya kak, kapan dimanapun kakak selalu bisa jadi apa yang saja,semoga kebaikan selalu bersama kakak,”
Selanjutnya Hafizul Ahda, saya “merasa” saya adalah orang yang pantas pertama kali tahu tentang pernikahnya,dibarisan teman-temanya. Saya salah, info itu saya dapat dari Ulfia Rahmi. Dia menikah Februari ini. Setelah menelfon Winda, saya menelfon Hafiz,berharap dia mengatakan sesuatu. Tapi ternya tak mengatakan apa-apa. Kemaren (30/1) dia menelfon saya. Cuma karena sedang bekerja, telfon tak terjawab. Saya sms,telfon nanti saja, dia sms balik “gw Cuma mau kasih tau, februari ini, gw menikah dang w mohon do’a dan restu dari lu,”  singkat padat dan jelas. Ada hal yang lebih nelangsa disini,tapi saya tak tau apa, saya terlalu berlebihan dalam mengharapkan sebuah “hubungan”. Saya balas “semoga lancar…do’a dan restu selalu….semoga menjadi keluarga SAMARA,” sms yang sangat basa basi. Berharap dia bahagia. Karena persiapanya sudah lama,memang,kondisi mentalnya saya tak tahu, karena tak sempat bercerita.
Selanjutnya ada Mona Henglijen, saya mengerti dia luar dalam. Pilihanya jatuh kepada pacarnya yang sudah lebih kurang lima tahun dipacarainya. Secara materi pasangan ini sangat siap. Mereka menikah tidak buru-buru, persiapanya matang, tidak ada yang memaksa. Tapi belakangan Mona terlihat kurang bersemangat. Dari semua orang,perasaan ini wajar karena ketika status akan diganti dan ini bukan untuk waktu yang singkat tapi berharap sepanjang sisa umur. Yang didalam hatinya sekarang hanya dia yang tahu. Dia dan pasanganya pantas bahagia, dengan atau tanpa satu sama lain. Hidup ini soal pilihan dan pilihanya jatuh  pada February ini dan saya berharap mereka bahagia.
Dari semua mereka yang sangat dekat dengan saya dan macam-macam cerita yang saya terima, kesimpulan saya persiapan mental jauh lebih penting dari pada persiapan materi. Sulit untuk menerma kondisi yang belum saling dipahami. Saya bukan beralibi dengan ketidak siapan mental saya diumur segini, namun setiap orang punya pertimbangan sendiri dalam keputusan “kehidupanya” . saya memang bisa membuat mereka tenang, lega, dan mantap menatap akad yang akan dilansungkan. Dan saya pribadi ,sama dengan mereka yang butuh “penenang” untuk yang satu ini.

5 komentar:

  1. Ada banyak cara, Kak, mengungkapkan dan mendapatkan banyak hal. Ada yang sesuai harapan dan ada yang belum dikabulkan denga segera. Namun, persaudaraan akan tetap ada dalam hati, entah orang itu sudah menikah atau tetap melajang seumur hidup. Pasangan dari saudara kita, mungkin saja akan jadi saudara baru kita selanjutnya. Who knows, but God.

    BalasHapus
  2. kalau begitu segeralah menikah, aku yang menenangkan #sokbisa

    BalasHapus
  3. Waw...luar biasa...menikahlah...banyak bonus yg diberikan ketika menikah...apa saja itu? liat saja ketika anda sudah menikah....:p

    BalasHapus
  4. hhhmmmm....mengenang kta2 kak Winda Al Rasyid, jika ditanya kesiapan akan hal ini.. Sampai kapankah kita baru benar2 siap? sampai kita punya pekerjaan yg layakkah?samapi kita punya tabungan yang banyakkah?sampai kita sudah punya rumah sendiri kah?atau sampai kita telah sekolah sitinggi-tingginya kah? Entahlah.... Bagi adinda jawabannya: yang terpenting berani untuk siap....

    BalasHapus
  5. siapkan hati,dan mantapkan jiwa...

    BalasHapus