Bismillahirahmanirahim
cincin adalah hal sederhana yang mengikat kita |
Padamu ruah segala arus yang membuncah. Padamu tangis pernah
tumpah dan tawa pernah meriah. Padamu kucuri waktu. Penatian ini tunai pada
sebait akad di depan Tuhan dan perjalanan ini bermuara pada peristiwa: penyerahan.
segala rembuk telah menemu ujung pada rupa yang segala, pada segala yang
merupa. Air jatuh pada buluh,harapan hati pembawa suluh , kau mengharukan
rindu. Tak pernah bisa ku lukiskan,tak pernah bisa
ku sajak kan. Pada akhirnya cinta adalah pemenang. Dan kau tau, waktu
yang lugu setelah ini akan menjadi puisi yang mengharu. Akad ini akan menjadi
tanda bahwa kau tak pernah ditinggalakn dan akad ini adalah tanda bahwa aku
memuja keajaiban mata dan senyummu.
Akhirnya sampai pada waktu.
Dimana bibirmu adalah candu. Baumu adalah mantra penyamun
Kita akan terus mencabuti uban. “Ia merengkuhku ketika gelap menyapu mataku. Lalu ia menutup telingaku. Ketika hujan mengentak-entak. Di atap rembia loteng,” kenangku pada anak cucu kita suatu hari nanti “nenekmu takut akan gemuruh hujan dan gelap”, selamu. Lalu cinta yang sederhata ini akan menjadi puisi panjang yang menghabiskan sisa umur.
Kita akan terus mencabuti uban. “Ia merengkuhku ketika gelap menyapu mataku. Lalu ia menutup telingaku. Ketika hujan mengentak-entak. Di atap rembia loteng,” kenangku pada anak cucu kita suatu hari nanti “nenekmu takut akan gemuruh hujan dan gelap”, selamu. Lalu cinta yang sederhata ini akan menjadi puisi panjang yang menghabiskan sisa umur.