kota mengurung dirimu
rembulan lebih tenang menatap kita di bawah ruang sempi beratap biru
kapal nelayan berlampu redup menjemput kita berlalu bersama bibir pantai yang diisap gelombang
masih di bawah ruang sempit beratap biru, duduk pada kayu-kayu berkutu, berpenyangga batu sungai
kita kembali memainkan peran kita
mengarungi lekuk-lekuk waktu di balik selembar kain penutup kepala
berpacu mengelus bayu
suaramu parau
kemudian sunyi
bulan masih menatap kita
deru mesin kendaraan semakin meedup
ombak menghempas hingga ke jalanan
pasir berair mengalir perlahan
melewati mata bahkan lidah kita ikut tersapu
langkahmu hilang bersama robohnya ruang sempit beratap biru
esoknya kita muncul dikoran kota, tapi tak seorangpun yang peduli
hanya sampah mengalir teratur dari mulut mereka
dan orang-orang
tetap tak peduli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar