Rabu, 11 Juli 2012

MANTRA Puisi-puisi Salmizul Fitria Created on Monday, 18 June 2012 16:16



Merapatlah kepadaku
Dengarkanlah matraku 
Seperti penyamun aku datang dengan dupa dan sedikit matrta-mantra
menelanjangimu dengan kehampaan. 
Bertanyalah pada langit yang sudah mulai agak kelabu
barangkali di sana kau menemu sedikit jawab 
Pada langit yang sama kita junjung dalam rambu yang memandu kita 
pada jurang-jurang luka
Akankah kau masih percaya pada penyamun dan mantra-mantra?

2012

REMBUK Puisi-puisi Salmizul Fitria Created on Monday, 18 June 2012 16:16



Segala rembuk sudah menemu ujung
pada rupa yang segala
pada segala yang merupa
air jatuh pada buluh
harapan hati pembawa suluh
dalam ringkih yang lusuh
ada asa yang membasuh

Cahaya Puisi-puisi Salmizul Fitria Created on Monday, 18 June 2012 16:16

Ada sebentuk bundar
pada meja kayu yang berpendar
Cahayanya keemasan
perlahan meredup
lalu menjadi sepetak benda hidup
Sepetak cahaya keemasan di matamu
pada kedip yang kian pelan
lalu meredup
Seperti cahaya keemasan dimeja ku.

MELEPAS Puisi-puisi Salmizul Fitria Created on Monday, 18 June 2012 16:16



Putra, barangkali kita mesti melepas nama. Saatnya kita tak harus mengerti apa-apa
Biarkan mereka, mereka –reka nasib kita. Mari kita menjelma menjadi sajak, lalu saling 
memaknai kata saja. Dan semua pikir harus terucap tapi semua ucap harus dipikir, Putra. 
Putra, sumpah mereka adalah anggukan sebatang pohon pada Gunung Talamau
Dan kita adalah rumput yang jauh dari rumpunnya
Sudahlah Putra, kita kenang saja tahun-tahun kita. Biar mereka mencerca dan aku akan menghapal setiap kata dalam rapal yang lebih panjang.

Puisi-puisi Salmizul Fitria Created on Monday, 18 June 2012 16:16

ISYARAT

:R. Mardela

Mataku perih setiap kali mengenangmu, Mardela.
Setiap kali aku merangkul, kau selalu saja tak ada

“Aku masih ditempat yang sebelumnya menjadi tempat dimana asa itu tercipta,” ujarmu pada siang yang mulai gelap di kotaku.
Mataku nanar membaca pesanmu.
Mengeja setiap huruf lalu menjelma menjadi makna.
Tapi masih tak terbaca pesan yang kau isyaratkan

“Kau ingat ketika kita sama-sama mengagumi aroma tanah basah?”
“Pada mie instan yang kita makan dengan ranting bambu?”

Kau tentu lupa bagaimana caraku mengagumimu memakan sepotong tempe.

Ah…begitu perlahan waktu menidurkan kita, Mardela 
dan kita sama-sama terlelap pada kenangan yang yang itu-itu saja.

“Asa itu tercipta lalu menggantung begitu saja,” ku mencoba memaknai isyarat yang kau kirimkan.



SALMIZUL FITRIA, lahir di Ranah pada 11 Agustus 1986. Tertarik dengan dunia tulis menulis sejak masih kecil, namun hanya belajar otodidak, ketika masuk jenjang perguruan tinggi  bergabung dengan salah satu koran kampus Universitas Negeri Padang, Surat Kabar Ganto. Di sana ia belajar tentang kepenulisan dan beberapa tulisannya pernah dimuat di sejumlah koran daerah pada masa-masa studinya. Saat ini ia mengajar di salah satu yayasan di Riau.


sumber : http://www.koran-cyber.com/index.php/seni-budaya/256-puisi-puisi-salmizul-fitria

Pulang


Sedikit langkah dicoba dijejali. Karpet baru itu terkesan menelan langkah-langkah saya. Saat itu saya tengah berada pada bangun bertingkat tiga. Ditengah-tengah bangunan itu kosong sampai kubah teratasnya. Terakhir datang kesini bangunan ini dalam pembangunan,saat ini bangunan megah ini sudah bisadinikmati. Salat untuk pertama kalinya pada Mesjid Raya Al Azhar membuat saya merasa berbeda, bukan salatnya, bukan bangunan mewahnya tapi apa yang akan saya temui setelah ini.

Perempuan


Suasana kamar itu sudah berada pada suhu yang sangat dingin,seseorang telah mengatur suhu terendah pada kamar yang memang dimasuki sinar matahari. Tetapi perempuan itu berkali-kali menarik nafas panjang,lalu menghempaskannya, menguak kan rambutnya dan menyeka keringat di hidungnya yang juga sudah sangat dingin.

Anak-Anak (?)


Kehidupan itu ada kalau ada anak-anak,anak-anak adalah tunas baru yang akan memulai hal-hal lama dengan cara yang baru. Setiap generasi tentunya melakukan hal yang sama, Cuma waktu dan caranya yang berbeda. Ketika seseorang ditahun 40an ingin menikah,lalu mereka melakukan hal-hal dalam mencari pasangan hidup,maka mereka akan berdandan,membuat diri mereka menari, hal itu pun masih terjadi di tahun 2000an,tentunya dengan cara yang berbeda. Orang-orang ditahun 50an menginginkan kemerdekaan,kebebebasan, hal yang sama juga dilakukan dan dinginkan orang-orang yang sekarang. Cuma waktu dan caranya yang berbeda. Pelakunya tetap berawal dari anak-anak. Orang tua menitipkan mimpi mereka pada anak-anak mereka. Bagi orang tua yang mimpinya sudah terwujud ,mereka akan meminta,memaksa dan atau membimbing anak-anak mereka mengikuti cara mereka.